Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2017

[Hanya Laut]

Gambar
Aku, laut yang mengejar pantai tapi tak pernah sampai. Maju menantang karang lalu mundur teratur. Aku berbahasa dengan desau gelombang dan debur ombak, berharap kamu kelak akan memahami isyaratku. Kamu, karang yang diam tanpa memahami bahasa ombak. Tiap gelombangku adalah belai perhatian yang tak bisa kutorehkan lama-lama. Kamu tetap kokoh bertahan sebagai dirimu, bisikan angin lautku luput dari telingamu. Dia, matahari yang jauh berada di atas aku dan kamu. Ia menumbuhkan bunga-bunga dan pohon rindang di atas punggungmu, membuat bayangmu menyembunyikan senyum saat ia terbit dari Timur. Kamu mewujud siluet indah saat matahari turun ke peraduannya, malu-malu menyentuhmu setiap sore. Dan aku hanyalah laut, yang menampung muara air mata para hati yang patah. ―K.

[Seharusnya aku tak lagi mengejar]

Akhir-akhir ini hidupku banyak di hinggapi pertanyaan dalam diri. Semuanya berkumpul dititik ingatan menjadi bentuk yang nyata di setiap hari. Cara bertahan apalagi yang semesta ajarkan, ketika raut wajah percaya akanku saya tak pernah ia perlihatkan. Mungkin selama itu pula aku tak pernah bisa kau terima lewat mata. Bersikerasnya aku dalam menuntaskan keraguan selalu aku tunjukan. Meski akhirnya aku terlempar lagi, kau hemas lagi dengan perlahan. Ada hal tersulit yang ku usir ketika diam, ialah apa yang ku pendam kembali menguat tak mau terbenam. Kembali mengakar erat hingga aku terjerat. Pada duri kecewa yang di kelilingi sekat. Aku dan langkah kakimu yang selalu tak bisa dekat. Saat seperti ini, waktu hanya ku anggap roda yang ku kayuh lagi dengan lebih cepat agar aku sampai pada satu tempat―memajang rindu yang semakin kuat. Namun sekali lagi, sadarmu terlalu lama. Hingga akhirnya aku kembali merajut luka yang sama. Tak pantaskah aku jika kau ku jadikan jagat, pusat dar

[Jarak]

Sekuat apapun aku berontak, tidak akan mengikis jarak. Ia cemburu, tak ingin kita bersatu. Mengupayakan segalanya. Bersekutu dengan waktu, membunuh aku dan kamu yang sesak ditimpa rindu. Jika jarak masih disitu, rindu tak mungkin berujung temu. Hanya terasa makin ngilu. Dan pada akhirnya, oleh sebab jarak pulalah. Kamu dipaksa berbalik arah, meninggalkan aku yang kamu nilai semu hanya karena aku tak mampu berada disisimu melulu. Kamu pergi. Kini jarak tiada berarti. Sebab, pergimu yang paling jauh adalah ketika kamu jatuh cinta pada yang bukan aku. ―9996